Sabtu, 23 Februari 2013

MasaKini

KESOPANAN KIAN DITELAN ZAMAN

Busana menjadi topik yang tidak lagi tabu untuk dibahas. Karena mungkin, mayoritas masyarakat tidak terlalu berpikir pusing dengan hal yang satu ini. Namun bagaimanakah dengan eksistensi kesopanan yang melekat pada etika berbusana yang kini semakin hilang terkikis akibat derasnya westernisasi yang membawa pengaruh negatif? Apakah masalah ini semudah itu untuk diabaikan? Sehingga kini masyarakat, terutama kalangan perempuan, entah ia muslimah atau bukan, berjilbab atau tidak, tampak sama saja dengan gaya dan etika berbusana mereka.

Kita tahu, mode busana merupakan satu di antara banyak aspek dalam kehidupan manusia yang berpotensi mengimbangi arus globalisasi zaman. Apalagi busana kaum hawa. Karena sejalan dengan perubahan-perubahan yang terjadi pada kehidupan manusia sebagai dampak dari modernisasi, mode busana dapat dikatagorikan sebagai hl yang cepat sekali berkembang. Perkembangannya pun tidak hanya mengacu pada hal yang tampak secara visual meliputi desain, gaya, atau pun modelnya, melainkan juga pada hal nonfisik yang tidak tampak secara visual tetapi bisa dirasakan oleh nurani manusia, yakni etika dan nilai kesopanannya. Bahkan, mode busana pun terkesan “tren-trenan”. Misalnya, terdapat segelintir orang yang menggunakan busana dengan gaya tertentu, maka dengan mudah mereka akan menularkan wabah busana yang sama pada segelintir orang di sekitarnya. Sehingga menyebabkan semakin cepat pula terbentuk generasi yang bisa dibilang “followers” alias ikut-ikutan terhadap gaya busana tersebut. Akhirnya, gaya busana itu menjadi tren dalam masyarakat. Apalagi di kalangan remaja, hal ini sering kali terjadi. 
 
Masyarakat zaman dulu, seperti orang tua, kakek-nenek, atau pun kakek nenek buyut kita memiliki pola dan mode berbusana yang berbeda jauh dari pola dan mode berbusana masyarakat zaman sekarang. Norma kesopanan pun menjadi salah satu hal konsisten yang selalu mereka pegang ketika berbusana.

Menurut ulasan berita yang dimuat dalam suatu majalah terbitan 22 tahun yang lalu (sekitar tahun 1991)disebutkan bahwa busana masyarakat Indonesia waktu itu, khususnya busana muslimah, memiliki ciri tersendiri dan banyak ragamnya. Antara lain, identik dengan selendang sutra, tenun, songket, ikat, dan bordiran yang merupakan produksi negeri sejak nenek moyang. Desain-desain khas pun lahir sejalan dengan semakin meresapnya ajaran Islam yang menyebabkan terjadinya akulturasi budaya. Akan tetapi, pada proses Indonesia merdeka yang dilanjutkan dengan tumbuh dan berkembangnya kebudayaan sebagai imbas teknologi industri, mode busana pun menjadi terpengaruhi. Seiring dengan tiupan emansipasi wanita yang berbau westernisasi, maka mode yang digemari kaum hawa adalah yang semakin mini seperti sekarang.

Tidak bisa dielak lagi, busana masyarakat Indonesia yang dulu selalu rapi, sopan, tidak neko-neko, dan tidak pula macam-macam, kini te;ah terganti dengan busana yang bisa dikatakan “vulgar” karena masyarakat justru meninggalkan dan tidak peduli terhadap etika dan nilai kesopanan ketika berbusana. Ditambah lagi, masyarakat dengan mudahnya dipengaruhi oleh media massa, terutama televisi yang tak henti dan tak tanggung-tanggung menampilkan tayangan-tayangan yang besar lekat dengan ketidaksopanan para artis dalm berbusana. Merka (artis-artis wanita) justru mengumbar anggota tubuh (aurot) mereka yang seharusnya tidak patut dijadikan tontonan. Akhirnya celana pendek di atas lutut, pakaian, maupun kaos yang ketat, tipis, transparan, dan lain semacamnya, telah menjadi busana yang wajar bagi masyarakat umum (khususnya perempuan) untuk dikenakan dalam kehidupan sehari-hari tanpa rasa malu sama sekali. Tapi akankah hl tersebut akan tetap kita pertahnkan? Entahlah. Tergantung terhadap bagaiman prinsip dan keyakinan kita masing-masing.

Mencoba atau mengenakan busana yang telah diinovasi sedemikian rupa sejalan dengan modernisasi, boleh-boleh saja dan hak bagi siapa pun, selama masih bisa menyeleksi dan memilih model busana yang sekiranya wajar, sopan, tidak membuat risih mata khalayak umum, dan tidak menjurus ke arah pornografi dan pornoaksi ketika dikenakan. Karena di era globalisasi yang tidak bisa dibendung ini, mode busana semakin menjadi-jadi dan tak karuan.

Demi mengikuti mode berbusana, masyarakat misalnya remaja, mahasiswi, dan ibu-ibu terkadang sudah tidak punya lagi rasa peduli terhadap nilai-nilai kesopanan. Hanya demi gengsi dan tren. Oleh karena itu, kepiawaian dalam menyaring setiap mode busana berinovasi yang minim dampak negatifnya, apabila jika tidak ingin dirinya ikut terjerumus ke dalam mode busana yang dianggap tidak lagi bermoral.

By. Annisa El-Shofy

Tidak ada komentar:

Posting Komentar