KESOPANAN
KIAN DITELAN ZAMAN
Busana
menjadi topik yang tidak lagi tabu untuk dibahas. Karena mungkin,
mayoritas masyarakat tidak terlalu berpikir pusing dengan hal yang
satu ini. Namun bagaimanakah dengan eksistensi kesopanan yang melekat
pada etika berbusana yang kini semakin hilang terkikis akibat
derasnya westernisasi yang membawa pengaruh negatif? Apakah masalah
ini semudah itu untuk diabaikan? Sehingga kini masyarakat, terutama
kalangan perempuan, entah ia muslimah atau bukan, berjilbab atau
tidak, tampak sama saja dengan gaya dan etika berbusana mereka.
Kita
tahu, mode busana merupakan satu di antara banyak aspek dalam
kehidupan manusia yang berpotensi mengimbangi arus globalisasi zaman.
Apalagi busana kaum hawa. Karena sejalan dengan perubahan-perubahan
yang terjadi pada kehidupan manusia sebagai dampak dari modernisasi,
mode busana dapat dikatagorikan sebagai hl yang cepat sekali
berkembang. Perkembangannya pun tidak hanya mengacu pada hal yang
tampak secara visual meliputi desain, gaya, atau pun modelnya,
melainkan juga pada hal nonfisik yang tidak tampak secara visual
tetapi bisa dirasakan oleh nurani manusia, yakni etika dan nilai
kesopanannya. Bahkan, mode busana pun terkesan “tren-trenan”.
Misalnya, terdapat segelintir orang yang menggunakan busana dengan
gaya tertentu, maka dengan mudah mereka akan menularkan wabah busana
yang sama pada segelintir orang di sekitarnya. Sehingga menyebabkan
semakin cepat pula terbentuk generasi yang bisa dibilang “followers”
alias ikut-ikutan terhadap gaya busana tersebut. Akhirnya, gaya
busana itu menjadi tren dalam masyarakat. Apalagi di kalangan remaja,
hal ini sering kali terjadi.
Masyarakat
zaman dulu, seperti orang tua, kakek-nenek, atau pun kakek nenek
buyut kita memiliki pola dan mode berbusana yang berbeda jauh dari
pola dan mode berbusana masyarakat zaman sekarang. Norma kesopanan
pun menjadi salah satu hal konsisten yang selalu mereka pegang ketika
berbusana.
Menurut
ulasan berita yang dimuat dalam suatu majalah terbitan 22 tahun yang
lalu (sekitar tahun 1991)disebutkan bahwa busana masyarakat Indonesia
waktu itu, khususnya busana muslimah, memiliki ciri tersendiri dan
banyak ragamnya. Antara lain, identik dengan selendang sutra, tenun,
songket, ikat, dan bordiran yang merupakan produksi negeri sejak
nenek moyang. Desain-desain khas pun lahir sejalan dengan semakin
meresapnya ajaran Islam yang menyebabkan terjadinya akulturasi
budaya. Akan tetapi, pada proses Indonesia merdeka yang dilanjutkan
dengan tumbuh dan berkembangnya kebudayaan sebagai imbas teknologi
industri, mode busana pun menjadi terpengaruhi. Seiring dengan tiupan
emansipasi wanita yang berbau westernisasi, maka mode yang digemari
kaum hawa adalah yang semakin mini seperti sekarang.
Tidak
bisa dielak lagi, busana masyarakat Indonesia yang dulu selalu rapi,
sopan, tidak neko-neko, dan tidak pula macam-macam, kini te;ah
terganti dengan busana yang bisa dikatakan “vulgar” karena
masyarakat justru meninggalkan dan tidak peduli terhadap etika dan
nilai kesopanan ketika berbusana. Ditambah lagi, masyarakat dengan
mudahnya dipengaruhi oleh media massa, terutama televisi yang tak
henti dan tak tanggung-tanggung menampilkan tayangan-tayangan yang
besar lekat dengan ketidaksopanan para artis dalm berbusana. Merka
(artis-artis wanita) justru mengumbar anggota tubuh (aurot) mereka
yang seharusnya tidak patut dijadikan tontonan. Akhirnya celana
pendek di atas lutut, pakaian, maupun kaos yang ketat, tipis,
transparan, dan lain semacamnya, telah menjadi busana yang wajar bagi
masyarakat umum (khususnya perempuan) untuk dikenakan dalam kehidupan
sehari-hari tanpa rasa malu sama sekali. Tapi akankah hl tersebut
akan tetap kita pertahnkan? Entahlah. Tergantung terhadap bagaiman
prinsip dan keyakinan kita masing-masing.
Mencoba
atau mengenakan busana yang telah diinovasi sedemikian rupa sejalan
dengan modernisasi, boleh-boleh saja dan hak bagi siapa pun, selama
masih bisa menyeleksi dan memilih model busana yang sekiranya wajar,
sopan, tidak membuat risih mata khalayak umum, dan tidak menjurus ke
arah pornografi dan pornoaksi ketika dikenakan. Karena di era
globalisasi yang tidak bisa dibendung ini, mode busana semakin
menjadi-jadi dan tak karuan.
Demi
mengikuti mode berbusana, masyarakat misalnya remaja, mahasiswi, dan
ibu-ibu terkadang sudah tidak punya lagi rasa peduli terhadap
nilai-nilai kesopanan. Hanya demi gengsi dan tren. Oleh karena itu,
kepiawaian dalam menyaring setiap mode busana berinovasi yang minim
dampak negatifnya, apabila jika tidak ingin dirinya ikut terjerumus
ke dalam mode busana yang dianggap tidak lagi bermoral.
By.
Annisa El-Shofy
Tidak ada komentar:
Posting Komentar